Masyarakat Adat dan Pemerintah Bahas Penguatan Aturan Pengelolaan Gurita di Kaledupa Selatan

Masyarakat Adat dan Pemerintah Bahas Penguatan Aturan Pengelolaan Gurita di Kaledupa Selatan

Kaledupa Selatan, 2 Juni 2025- Setelah sebelumnya melakukan sosialisasi di Kecamatan Kaledupa, Sara Barata Kahedupa melanjutkan kegiatan serupa di Aula Kantor Camat Kaledupa Selatan. Sosialisasi ini bertujuan memperkenalkan aturan adat baru terkait pengelolaan perikanan gurita di wilayah Barata Kahedupa, Pulau Kaledupa.

Lakina Barata Kaledupa menjelaskan bahwa aturan pengelolaan ini lahir dari hasil diskusi bersama nelayan, tokoh masyarakat, pemerintah kecamatan, Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW), serta LSM seperti Forkani. “Aturan ini lahir karena menyadari bahwa sumber daya alam, jika tidak dikelola dengan baik, tidak mungkin dapat diwariskan kepada anak cucu kita,” terang Lakina Barata Kaledupa dalam sambutannya.

Sistem pengelolaan perikanan gurita ini telah diterapkan di beberapa desa seperti Darawa, Tanomeha, dan Sembako dengan metode buka-tutup wilayah tangkap. Diharapkan, desa-desa pesisir lainnya di Pulau Kaledupa dapat menerapkan kebijakan serupa untuk menjaga keberlanjutan sumber daya gurita.

Dalam paparan yang dibacakan oleh Mursiati, peraturan adat ini mencakup berbagai aspek, di antaranya Izin pemanfaatan gurita menggunakan sistem posangan (izin adat), Penerapan sistem penutupan sementara wilayah tangkap (Banto’a), Larangan penggunaan alat tangkap merusak seperti bom dan potasium, dan Penetapan ukuran minimal gurita yang boleh dijual, yaitu 0,4 kg.

Nalayan, pengepul gurita dan masyarakat menyimak pemaparan peraturan Sara Barata Kahedupa tentang Pegelolaan Perikanan Gurita Pulau Kaledupa

Dalam sesi diskusi, peserta menyinggung soal sanksi bagi pelanggar aturan. Lakina menjelaskan bahwa sanksi awal berupa teguran lisan akan diberikan melalui pemanggilan ke Sekretariat Kamali Barata Kahedupa. Jika pelanggaran terulang, pihak berwenang akan dilibatkan. “Kami di Sara Barata hanya berperan dalam penyadaran,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Camat Kaledupa Selatan, Aslam, menyarankan agar sanksi dijelaskan secara bertahap dalam aturan adat. “Teguran saja tidak cukup memberikan efek jera. Harus ada tahapan sanksi, dari teguran ringan hingga sanksi yang lebih berat,” tegasnya.

Mursiati, selaku Koordinator Perikanan Skala Kecil di Desa Darawa turut menambahkan bahwa sebenarnya aturan tentang tahapan sanksi telah secara eksplisit diatur dalam Peraturan Kepala Desa. “Di dalam aturan desa sudah dirincikan sanksi dan tahapan pelanggaran. Sementara dalam aturan adat, sanksi lebih bersifat sosial yang berlaku di tengah masyarakat,” ujarnya. Ia juga menyarankan agar rincian dan tahapan sanksi perlu ditambahkan secara tertulis di setiap aturan adat agar lebih jelas dan mengikat.

Menutup kegiatan sosialisasi, Lakina menegaskan pentingnya pengawasan bersama oleh seluruh masyarakat adat. “Pengawasan bersama akan lebih efektif. Mari kita jaga bersama karena kita adalah bagian dari masyarakat adat,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa masukan terkait sanksi akan dibahas lebih lanjut dan disempurnakan dalam forum adat. “Kegiatan hari ini bertujuan untuk menyosialisasikan aturan adat, dan kami berharap peserta dapat menyebarkan informasi ini kepada masyarakat yang belum hadir.” Tutupnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cari

Scroll to Top