Sosialisasi Peraturan Adat Gurita, Upaya Kolaboratif Jaga Laut Kaledupa

Sosialisasi Peraturan Adat Gurita, Upaya Kolaboratif Jaga Laut Kaledupa

Kaledupa, 25 Juni 2025— Sara Barata Kahedupa menggelar sosialisasi Peraturan Adat Barata Kahedupa tentang Pengelolaan Perikanan Gurita kepada para pemangku kepentingan di Pulau Kaledupa. Kegiatan ini berlangsung di Aula Kantor Camat Kaledupa dan dihadiri oleh Kepala SPTNW II Aslam, Camat Kaledupa Syaifudin Sae, serta perwakilan dari Kepala Desa Sombano, Sama Bahari, Ambeua Raya, Mantigola, dan Lewuto. Hadir pula perwakilan Forkani, mahasiswa KKN dari Universitas Gadjah Mada, serta nelayan dan pengepul gurita di Pulau Kaledupa.

Dalam sambutannya, La Ode Saidin selaku Lakina Barata Kahedupa menyampaikan bahwa kebangkitan Sara Barata Kahedupa sejak tahun 2012 tidak hanya berfokus pada bidang budaya, tetapi juga mulai menyentuh aspek pengelolaan sumber daya alam, termasuk perikanan gurita. Ia menekankan bahwa penyusunan Peraturan Adat tentang Gurita ini merupakan proses panjang dan kolaboratif.

“Dasar kami menetapkan peraturan ini adalah karena kami secara legal diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk menjaga kebudayaan yang ada di Kaledupa,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa sejak tahun 2019, masyarakat adat bersama Forkani telah melakukan serangkaian tahapan untuk menyusun peraturan ini. Prosesnya mencakup pendataan di lapangan, analisis data, uji coba penerapan aturan, hingga pelaksanaan uji publik.

Camat Kaledupa Selatan, Syaifudin Sae, membenarkan tentang  proses panjang Penyusunan Peraturan Pengelolaan Perikanan Gurita yang telah berlangsung selama beberapa tahun. Ia turut menyaksikan perjuangan Forkani bersama masyarakat adat dalam menata pengelolaan wilayah darat dan laut di Kaledupa.

“Aturan ini hadir untuk menjamin bahwa sumber daya alam tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh anak cucu kita di masa depan,” kata Syaifudin.

Koordinator Perikanan Kecil Desa Darawa, Mursiati (Forkani), kemudian membacakan isi Peraturan Adat tentang Pengelolaan Perikanan Gurita. Ia menegaskan bahwa aturan ini masih terbuka untuk perbaikan di masa mendatang.

“Aturan ini adalah langkah awal dari masyarakat hukum adat untuk menjaga sumber daya laut lainnya,” jelasnya. Ia juga menegaskan bahwa Sara Barata adalah bagian dari masyarakat hukum adat yang diberi mandat untuk mengatur keberlangsungan masyarakat Kahedupa.

Salah satu pasal dalam aturan tersebut mengatur ukuran minimum gurita yang boleh ditangkap dan dijual kepada pengepul adalah 0,4 kilogram. Ketentuan ini menimbulkan pertanyaan dari peserta, salah satunya Sali, Sekretaris Desa Sombano, yang menanyakan sanksi jika melanggar aturan tersebut.

Menanggapi hal itu, Nusi menjelaskan aturan ini sudah mempertimbangkan kebiasaan konsumsi masyarakat. Jika nelayan menangkap gurita di bawah 0,4 kg, gurita tersebut hanya diperbolehkan untuk konsumsi pribadi dan tidak untuk dijual.

“Gurita adalah komoditas ekspor dengan nilai ekonomi tinggi. Maka penting untuk mengatur ukuran tangkap demi keberlanjutan,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa sanksi adat lebih bersifat pembinaan, bukan pidana. Para nelayan dan pengepul sudah mulai memahami perbedaan antara gurita dewasa dan belum dewasa.

Kegiatan ini diakhiri dengan diskusi terbuka antara masyarakat adat dan unsur pemerintahan untuk mendukung penerapan aturan adat ini sebagai langkah awal dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut di Pulau Kaledupa.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cari

Scroll to Top