Sinkronisasi Program Sara Barata ke RPJMD Wakatobi: Upaya Kolaboratif Pengakuan Masyarakat Adat

Sinkronisasi Program Sara Barata ke RPJMD Wakatobi: Upaya Kolaboratif Pengakuan Masyarakat Adat

Wangi-Wangi, 26 Juni 2025— Bertempat di Ruang Pertemuan Kantor Bappeda Kabupaten Wakatobi, Sara Barata Kahedupa bersama berbagai pemangku kepentingan melaksanakan kegiatan sinkronisasi program kerja dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).  Acara ini dihadiri oleh berbagai OPD Kabupaten Wakatobi, perwakilan masyarakat adat, NGO Forkani, dan UNDP-NAP Project. Pertemuan ini menjadi momen penting untuk memperkuat pengakuan dan sinergi antara masyarakat adat dan pemerintah daerah.

Acara dibuka dengan pemaparan program kerja oleh Mursiati, yang mewakili Sara Barata Kahedupa. Ia menyampaikan bahwa program adat selama ini dijalankan tanpa acuan tertulis, sehingga perlu didokumentasikan dan disusun secara terstruktur. Beberapa poin penting yang diajukan meliputi perlunya modul acuan bersama antar sara adat, pendokumentasian pengetahuan lokal, penguatan sanggar budaya, hingga sinergi pengelolaan kawasan adat dengan pembangunan pariwisata yang tidak merusak nilai-nilai lokal.

“Kami ingin program kerja adat yang selama ini berjalan bisa sejalan dengan arah pembangunan daerah,” ujar Mursiati.

La Ode Saidin, Lakina Barata Kahedupa menambahkan bahwa penyusunan program ini didampingi Forkani, dan merupakan bagian dari strategi tiga tungku pengambilan kebijakan di Wakatobi, pemerintah daerah, taman nasional, dan masyarakat adat.

“Yang perlu diperkuat sekarang adalah budaya. Kami ingin nilai-nilai ini diwariskan ke generasi muda,” ujar Saidin. Ia mencontohkan salah satu inisiatif yang sudah berjalan adalah penutupan sementara penangkapan gurita di tiga lokasi di Kaledupa yang menunjukkan hasil positif terhadap kelestarian stok gurita.

Menanggapi paparan tersebut, Kasim dari Bappeda menekankan pentingnya memperjelas daya tahan, kekuatan, dan strategi masyarakat hukum adat dalam mempertahankan budaya dan nilai lokal di tengah tantangan pembangunan.

Dalam sesi berbagi, perwakilan dari Binongko dan Kaledupa menyampaikan bahwa meski pendekatan berbeda, tujuan pelestarian sumber daya laut tetap sama. Di Binongko misalnya, pendekatan dilakukan berbasis desa. Ade Lamu dari Komenangi mendorong agar pemerintah desa turut mendukung kegiatan adat dengan mengintegrasikannya dalam RPJMDes, termasuk dukungan pengawasan dan logistik.

Sekretaris Bappeda, Abdul Aziz, menyampaikan apresiasi atas inisiatif masyarakat dalam mendorong kolaborasi ini. Ia menegaskan bahwa arah pembangunan Wakatobi sebagai pusat eko-maritim untuk 20 tahun ke depan harus melibatkan tiga aktor kunci, pemerintah daerah, taman nasional, dan masyarakat hukum adat.

“Pertemuan ini memberikan banyak masukan untuk proses penyusunan RPJMD dan harus dipastikan terinternalisasi,” ujarnya. Ia juga menambahkan pentingnya pengakuan hukum terhadap keberadaan masyarakat adat dan berharap nilai-nilai kearifan lokal bukan hanya menjadi dokumen, tetapi menjadi jati diri masyarakat.

Kegiatan ditutup dengan ajakan untuk terus memperkuat kolaborasi, serta menjadikan kearifan lokal sebagai landasan bersama dalam menyusun perencanaan pembangunan berkelanjutan di Wakatobi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cari

Scroll to Top