Urgensi Monitoring Lamun untuk Masa Depan Laut Berkelanjutan

Urgensi Monitoring Lamun untuk Masa Depan Laut Berkelanjutan

Ekosistem lamun menjadi salah satu topik dalam pelatihan bertajuk “Pentingnya Monitoring Tiga Ekosistem dan Pengelolaan Laut Berkelanjutan” yang dilaksanakan di Ruang Belajar Forkani pada 20 November 2024. Kegiatan ini menyoroti pentingnya perlindungan dan monitoring ekosistem lamun untuk mendukung keberlanjutan sumber daya laut.

Dibuka oleh Hasanuddin (Forkani), pelatihan ini bertujuan memberikan pemahaman dasar pengambilan data dan pengolahan hasil monitoring lamun kepada anggota LMMA Pajumpa Desa Sombano.

Pada sesi presentasi, Novita Fitriningrum menjelaskan keterkaitan ekosistem lamun, mangrove, dan terumbu karang. “Ketiga ekosistem ini saling melindungi. Hilangnya salah satu akan berdampak pada kerentanan ekosistem lainnya,” ujar Novita.

Dalam sesi “Mengenal Ekosistem Lamun”, peserta diperkenalkan pada manfaat lamun sebagai habitat biota laut, tempat pemijahan, dan perannya dalam menyaring kualitas air. Lamun atau seagrass memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Namun, ancaman degradasi lamun akibat aktivitas manusia seperti penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, reklamasi pantai, serta pencemaran menjadi perhatian serius. Dalam upaya mencapai masa depan laut yang berkelanjutan, monitoring lamun harus menjadi prioritas.

Simulasi pengisian formulir monitoring lamun oleh peserta di Ruang Belajar Forkani, 20 November 2024.

Indonesia memiliki luas padang lamun mencapai 2.935 km², menjadikannya salah satu negara dengan padang lamun terluas di dunia. Namun, minimnya data sebaran lamun menjadi kendala dalam mengevaluasi keberlanjutannya. Monitoring rutin diperlukan untuk:

  • Mengidentifikasi keberagaman jenis lamun.
  • Mengevaluasi efektivitas perlindungan ekosistem.
  • Mengelola ekosistem laut secara berkelanjutan.

Peserta juga dilatih mengenali morfologi lamun, persyaratan habitatnya, serta teknik monitoring menggunakan formulir Seagrass Watch yang telah dimodifikasi. Monitoring yang diperkenalkan meliputi pengamatan di tiga transek sepanjang 100 meter dengan interval kuadrat setiap 10 meter.

Dalam sesi diskusi, salah satu peserta, Maluddin, bertanya mengenai perbedaan antara lamun dan anggur laut. Novita menjelaskan bahwa anggur laut merupakan alga dengan struktur perekat seperti akar disebut hold,  berbeda fungsi dengan akar lamun.

Pelatihan ini akan dilanjutkan dengan praktik monitoring di Desa Sombano pada 21 November 2024. Langkah ini diharapkan menjadi awal penerapan pengelolaan ekosistem laut berbasis data dan kolaborasi masyarakat lokal.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cari

Scroll to Top