Diskusi Tata Kelola Gurita: Dari Perizinan hingga Penutupan Wilayah

Diskusi Tata Kelola Gurita: Dari Perizinan hingga Penutupan Wilayah

Kaledupa, 25 Januari 2025 – Diskusi tahap kedua mengenai tata kelola perikanan gurita di Pulau Kaledupa digelar pada Sabtu (25/1). Hadir dalam kegiatan ini Camat Kaledupa, Camat Kaledupa Selatan, para petinggi Sara Barata Kahedupa, perwakilan Lembaga Masyarakat Mengelola Akses (LMMA), pengepul, serta nelayan gurita dari tiga desa, yaitu Darawa, Tanomeha, dan Sombano. Pertemuan yang difasilitasi oleh Numayanti ini bertujuan menyepakati draft aturan adat yang akan digunakan untuk pengelolaan perikanan gurita secara berkelanjutan.

La Beloro, Ketua Forkani, membuka diskusi dengan menegaskan pentingnya masyarakat mendukung kepentingan mereka sendiri melalui aspirasi yang dituangkan dalam aturan adat. “Ini adalah pertemuan kedua untuk membahas lebih lanjut tata kelola perikanan. Berdasarkan hasil analisis, gurita dengan ukuran gonad 0,4 sudah masuk kategori matang, meskipun belum ada regulasi nasional terkait ukuran minimal tangkapan,” ujarnya.

Baca juga: Masyarakat Adat Kaledupa Sepakati Aturan Baru Kelola Perikanan Gurita

Dalam diskusi, draft aturan mulai dari judul, tujuan, dasar hukum, ketentuan teknis hingga penutup dibacakan dan disempurnakan bersama peserta. Tujuan utama aturan ini adalah melindungi sumber pangan, menjaga kelestarian ekosistem laut, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat.

Kamil, salah satu peserta diskusi, menekankan pentingnya memasukkan aspek perekonomian ke dalam tujuan aturan ini. “Aturan tidak hanya tentang pelestarian, tapi juga harus memberi dampak pada peningkatan ekonomi masyarakat lokal. Dengan begitu, masyarakat akan lebih mendukung penerapan aturan ini,” kata Kamil.

Salah satu poin penting yang disepakati adalah mekanisme perizinan bagi nelayan luar wilayah adat. Setiap nelayan dari luar limbo diwajibkan mengantongi izin dari pemimpin adat setempat. Perizinan ini dirancang agar berlaku sekali dengan durasi tertentu, sehingga tidak menyulitkan nelayan.

Sistem Banto’a Namo Nu Sara atau penutupan sementara wilayah tangkapan juga menjadi fokus pembahasan. Kepala Desa Tanomeha, Mardan mengusulkan agar aturan ini mencakup pengelolaan kebersihan dan melibatkan semua pihak dalam proses monitoring. “Penutupan sementara harus mempertimbangkan kondisi wilayah. Jangan sampai penutupan terus dilakukan, tetapi wilayah tersebut sebenarnya sudah rusak. Perlu ada monitoring bersama sebelum aturan ini diterapkan,” jelasnya.

Ketentuan lain yang disepakati adalah ukuran gurita minimal yang boleh dijual, yaitu 0,4 kilogram. Miantu’u Kadie Lange, Muntar menekankan pentingnya sosialisasi kepada nelayan untuk memahami aturan ini, meskipun pelaksanaannya mungkin menantang di lapangan.

Di akhir diskusi, La Beloro mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga laut. “Pemerintah negara terlalu luas untuk mengurus daerah kecil seperti kita. Mari menjaga dan mengatur laut kita demi keberlanjutan kehidupan,” tuturnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cari

Scroll to Top