MENGELOLA SUMBER DAYA LAUT SEBAGAI SUMBER PANGAN SEUMUR HIDUP
Pengelolaan Perikan Skala Kecil Berbasis Kearifan Local Sasa’a Nu Bungi Di Toto Nukampo, Kadie Laulau Barata Kahedupa
Desa Sombano: 26 Desember 2023
Penulis: Edi Sangia
Masyarakat adat Barata Kahedupa pada hari selasa tanggal 26 Desember 2023 bertambah lagi satu wilayah adat yang melakukan pengelolaan perikanan skla kecil berasis kearifan local dengan pendekatan sepsis gurita di sisi barat Pulau Kaledupa tepatnya di wilayah Kadie Laulua Desa Sombano. Walaupun terkesan mengadopsi praktek-praktek yang dilakukan di wilayah adat Limbo Kiwolu dan Kadie Langge sumberdaya alam serupa,hal ini bukan hal baru tapi sudah dipraktekan oleh leluhur sejak dulu kala yang saat ini mulai terlupakan. Program pengelolaan perikan sekala kecil dengan gurita yang menjadi objek di lindungi hanyalah salah satu langkah untuk menghidupkan kembali berbagai bentuk kearifan local masyarakat yang saat sudah banyak menjadi cerita tapi sedikit dipraktekan.
Perikanan gurita sejak dulu sampai tahun 2000-an melekat erat dengan nama Desa Sombano sama halnya dengan Desa Darawa. Menjadi ikon perikanan gurita di Pulau Kaledupa. Sehingga ketika menyebut gurita bukan komunitas bajo yang terkenal sebagai nelayan dan pemanfaat sumberdaya laut terbanyak akan tetapi yang terlintas dipikiran masyarakat adalah kedua desa tersebut (Sombano dan Darawa)
Ritual doa bersama masyarakat adat Barata Kahedupa Kadie Laulau dalam acara Sasa’a Nu Bungi Toto Nu Kampo
Pengelolaan SDA di wilayah adat barata kahedupa beragam bentuk dan peristihan ada kaombo, bantoa nu namo, dan sasa’a. Semua sistem ini punya peruntukan dan sanksinya. Pemilihan sistem Sasa’a sebagai model pengelolaan di wilahyah adat Kadie Laulua didasari oleh pemahaman masyarakat bahwa Sasa’a lebih menunjukan partisipasi aktif masyarakat dalam proses perlindungan dan pengawasan bersama, proses di bangun atau disepakati bersama termasuk sanksi bagi pelangaar.
Partisipasi masyarakat ini tergambar jelas dari proses dan kesepakatan awal untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam dengan sistem buka tutup, pendataan hasil tangkapan gurita yang tangkap nelayan keterlibatan pendokumentasian kearifan local, membangun kesepahaman dengan desa-desa tetangga tentang rencana pengelolaan SDA, membangun sistem dan sanksi bagi pelanggar di wilayah penutupan sampai pada ritual penutupan atau Sasa’a Nu Bungi yang akan di awasi bersama selama kurun waktu 3 bulan terhitung dari tanggal 26 Desember 2023 sampai Februari 2024.
Peran aktif masyakarak adat Kadie Laulua yang berada di Desa Sombano semakin dipertegas dalam ritual adat penutupan lokasi tangkapan gurita yang mengankat tema dalam bahasa kaledupa “Di Bungi Nahebokara Ako Teilangento”. Secara bahasa bermakna “di karang tempat penyimpanan untuk hari esok”. tema ini menarik karena tidak hanya berupa selogan untuk mengingatkan masyakat bahwa Sasa’a atau penutupan itu hanya berlangsung 3 bulan seolah kita menabung, lebih jauh dari itu, Di bungi tehebokara ako teilangento merupakan kalimat filosofis yang mengisyaratkan bahwa sumberdaya laut merupakan penujang kehidupan yang harus di jaga keberlanjutannya dari berbagai tindakan eksploitatif dan tidak bertanggung jawab lainya, karena sumberdaya laut adalah lumbung pangan seumur hidup.
Apresiasai terhadap masyarakat Desa Sombano atas kerja-kerja partispatif menjaga sumberdaya alam berbasis kearifan local di sapaikan oleh pimpinan adat tertinggi Barata Kahedupa bapak La Ode Saidin. Lakina Barata Kahedupa, mengatakan bahwa apa yang dilakukan masyarakat saat ini merupakan sebuah keberhasilan dalam mengembalikan dan menghidupkan kembali cara-cara luhur yang telah dipraktekan oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala dan langkah ini merupakan langkah yang tidak berkesudahan membutuhkan tanggung jawab bersama untuk menjaga laut dan darat kita. Selain itu Lakina Kahedupa jugan menghimbau agar masyarakat tidak khawatir dengan penutupan lokasi tangkapan gurita atau Sasa’a Nu Bungi Di Toto Nu Kampo karena sistem ini kita sepakati bersama dan berlangsung dalam kurun waktu tertentu yang bertujuan tidak hanya membuat masyarakat mendapat manfaat ekonomi dari hasil tangkapan gurita tapi juga membaeri waktu pada alam sebagai karunia Tuhan pada kita semua untuk memulihkan diri dari dampak aktifitas manusia selama waktu penutupan.
Penelolaan perikanan skala kecil berbasis kearifan local ini juga menadapat tanggapan positif dari perintah Kecamatan Kaledupa seperti yang disampaikan oleh Sekretaris Camat Kaledupa La Ode Abdul Fatta. Ia mengucapkan terimah kasih pada masyarakat di Kadie Laulua yang antusias dan peduli untuk menjaga sumber daya laut apalagi sistem yang dibangun adalah sistem kearifan lokal. Kita harus percaya apa yang dimulai hari ini adalah langkah yang benar dan itu sudah terbukti dengan apa yang kita alami hari ini berupa sumber daya alam yang kita manfaatkan adalah hasil dari praktek-prakte baik yang dilakukan oleh para pendahulu.
Sasa’a Nu bungi Toto Nu Kampo yang dilakukan oleh masyarakat adat tidaklah bertentangan dengan konsep-konsep konservasi justru sangat sejalan, Taman Nasional tidak lepas tangan apalagi bertentangan justeru sangat mendukung karena kami pun mendorong sistem serupa sebuah pengelolaan kolaboratif dengan masyarakat, hal ini disampaikan oleh La Nuhi pada sesi sambutan mewakili Kepala Seksi II Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi.
Penetapan Bungi Toto Nu Kampo dengan luas lebih 20 hektar laut tidak serta merta ditetapkan dalam satu pertemuan tapi melewati proses panjang dimulai dari awal tahun 2022 diantaranya :
* Membangun kesepahaman dengan berbagai pihak terutama nelayan gurita dan para pemangku kebijakan
* Pengambilan data gurita dari para pembeli dengan pelibatan masyarakat sebagai pencatat yang informasi tentang jumlah tangkapan, berat, jenis kelamin gurita serta lokasi tangkapan. Data ini menjadi bahan diskusi bersama masyarakat tentang kondisi sumberdaya laut dan tindakan apa yang akan diambil
* Penetapan lokasi Sasa’a oleh masyarakat, penyusunan aturan kesepakatan dan sosialisasi di desa-desa tetangga hal ini dilakukan untuk meminimalisir konflik diantara pengguna sumberdaya alam
* Ritual Sasa’a Nu Bungi sebagai bentuk deklarasi telah di mulainya penghentian aktifitas penangkapan di wilayah karang Bungi toto nu kampo
* Pengawasan lokasi sasa’a selama 3 bulan yang dilakukan oleh kelompok Popajuma, sebuah masyarakat yang di bentuk oleh Sara Barata Kahedupa untuk menjaga sumberdaya alam di Kadie Laulua.
Sistem pengelolaan Sasa’a Nu Bungi Toto Nu Kampo termaktub dalam kesepakatan bersama masyarakat adat barata kahedupa dalam penngelolaan perikanan di Kadie Lau-lua:
1. Menetapkan wilayah bungi toto nu kampo sebagai wilayah Sasa’a
2. Pengelolalan Sasa’a Nu Bungi Toto Nukampo menggunakan sistem buka tutp berlansung selama 3 bulan (Dember 2023-Maret 2024), tanda batas wilayah sasa’a (bendera bergambar gurita dan pelampung)
3. Selama waktu Sasa’a di lokasi tutupan hanya dibolehkan melintas
4. Kelompok Popajumpa bertindak sebagai pelaksana pengawasan lokasi Sasa’a
5. Semua masyarakat pemanfaat sumberdaya Bungi Toto Nu Kampo bertanggung jawab sebagai pengawasa selama waktu Sasa’a di bawah koordinir kelompok Popjumpa
6. Sanksi bagi pelangar (pelanggaran pertama, berupa teguran dan peringatan yang dilakukan oleh perangkat adat Sara Barata, pelanggaran kedua oleh pihak yang sama akan dilakukan penyitaan alat tangkap dan ketika terjadi kali ke 3 pada orang yang sama akan dilakukan penyitaan alat tangkap dan armada kapal atau sapan)
7. Masyarakat adat Kadie Laulua yang ada di Desa Sombano diberi hak untuk menangkap selama 2 minggu setelah pembukaan lokasi sas’a sebelum nelayan luar desa.