23 November 2024 – Hasil monitoring mangrove yang dilakukan oleh LMMA Pajumpa di Desa Sombano menunjukkan gambaran kondisi yang beragam, mulai dari kategori moderat hingga sangat baik (excellent). Analisis data ini dipresentasikan dalam sesi penginputan data di Sekretariat Forkani.
Dari 9 stasiun monitoring yang tersebar di Desa Sombano, 5 stasiun menunjukkan kondisi mangrove yang sangat baik, sementara lokasi lainnya tergolong moderat. Pohon mangrove di salah satu lokasi, yang disebut sebagai “mangrove purba,” rata-rata memiliki kondisi terbaik.
Namun, ditemukan tanda-tanda stres di beberapa titik, terutama pada pohon mangrove dengan banyak akar pasak. Fasilitator Novi Fitrianingrum menjelaskan bahwa stres ini dapat disebabkan oleh kekurangan oksigen di area tersebut, sehingga mangrove harus mengembangkan lebih banyak akar untuk mendapatkan suplai oksigen. “Stres pada mangrove juga dapat terlihat dari ciri-ciri seperti daun yang kecil dan kerdil, batang pendek, dan buah yang sedikit,” jelas Novi.
Penyebab stres pada mangrove di Desa Sombano antara lain perubahan salinitas yang ekstrem, penurunan suhu yang terlalu lama, serta keberadaan limbah yang menyebabkan air terkontaminasi.
Sebelum sesi analisis, para peserta telah mendapatkan pelatihan tentang ekosistem mangrove, manfaatnya, dan cara memonitoringnya. Materi yang disampaikan mencakup peran mangrove dalam melindungi pesisir, menyediakan habitat bagi berbagai biota laut, serta menyerap karbon.
Selain itu, peserta juga diajarkan metode monitoring menggunakan aplikasi MongMang, yang membantu dalam pencatatan data lapangan seperti kondisi akar, batang, dan mahkota pohon mangrove. Aplikasi ini mempermudah pengumpulan dan pengolahan data sehingga hasil monitoring dapat dianalisis secara lebih akurat.
Baca Juga: https://forkani.org/menggagas-teknologi-citizen-science-untuk-perlindungan-mangrove/
Selain analisis kesehatan pohon, pemetaan wilayah mangrove menggunakan teknologi GIS juga menjadi fokus diskusi. Asti, fasilitator yang bertanggung jawab atas pemetaan wilayah mangrove memaparkan data titik koordinat di tiga lokasi utama: Fano, Sampua Kosambi, dan Mangrove Mato Tafo. Berdasarkan analisis citra satelit, luas mangrove di Mato Tafo mencapai 447 hektar dengan panjang kurang lebih 3 kilometer. Terdapat pula pohon mangrove di sepenjang danau-danau dan pesisir desa yang belum teridentifikasi dalam ArcGIS
Asti menjelaskan bahwa pemetaan ini bertujuan untuk mengetahui luasan mangrove sekaligus menghitung potensi karbon yang dapat dihasilkan. “Mangrove memiliki peran besar dalam mitigasi perubahan iklim, dan data ini penting untuk mendukung pengelolaan berbasis ilmiah,” ujarnya.