Mengintegrasikan Teknologi dan Partisipasi Komunitas untuk Perlindungan Mangrove

Mengintegrasikan Teknologi dan Partisipasi Komunitas untuk Perlindungan Mangrove

20 November 2024- Selain lokakarya tentang lamun, Kelompok LMMA Popajumpa Desa Sombano juga mendapatkan meteri tentang hutan mangrove. Salah satu fokus utama pada sesi ini adalah pengenalan aplikasi berbasis citizen science untuk mendukung perlindungan ekosistem mangrove, yang menjadi benteng alami pesisir dan habitat penting bagi berbagai biota laut.

Novita Fitriningrum, pembicara utama, membuka sesi dengan mengenalkan jenis dan ekologi mangrove. Sejak masa Austronesia, mangrove telah dimanfaatkan manusia, namun eksploitasi besar-besaran pada abad ke-20 memicu degradasi yang serius. Kini, kesadaran terhadap pentingnya mangrove mulai tumbuh.

“Mangrove memiliki akar napas, akar lutut, dan berbagai jenis lainnya yang unik. Selain itu, daun, bunga, dan buah mangrove memiliki keanekaragaman bentuk yang mencerminkan adaptasi terhadap lingkungan pasang surut,” ujar Novita. Ia menambahkan, terdapat 264 jenis mangrove di dunia dengan kondisi ideal tumbuh di daerah dengan suhu optimal 28-32°C, salinitas 10-30 ppt, dan pH 6,16-6,89.

Sesi berikutnya memperkenalkan aplikasi “MonMang,” sebuah inovasi berbasis teknologi yang mendukung pengumpulan data lapangan. Aplikasi ini memiliki fitur Learning Center untuk edukasi pengguna, serta Research Monitoring untuk mencatat data survei mangrove secara otomatis tanpa harus menggunakan jaringan.

“MonMang memungkinkan pengguna mencatat data seperti indeks kesehatan mangrove (HMI), biomassa, dan kerapatan jenis dengan mudah. Bahkan, aplikasi ini dapat mengolah data secara langsung, memberikan hasil yang akurat dan cepat,” jelas Novita.

Peserta juga diajarkan teknik pengambilan data, mulai dari plotting lokasi, identifikasi spesies, hingga pengukuran parameter lingkungan seperti suhu, pH, dan salinitas.

Asti Asokawati menutup sesi pelatihan dengan pengenalan penggunaan GPS untuk menandai lokasi dan memetakan perubahan ekosistem. “GPS membantu memantau lokasi tangkapan nelayan, kondisi lingkungan, hingga perubahan dalam ekosistem mangrove. Data ini penting untuk mengelola sumber daya alam secara efisien,” ungkap Asti.

Asti Asokawati mengenalkan GPS pada

Penggunaan GPS juga memungkinkan pembuatan peta sebagai acuan bersama, baik untuk perlindungan mangrove maupun pengelolaan area tangkapan nelayan secara adil dan transparan.

Diskusi interaktif terjadi saat Kamil, salah satu peserta, bertanya tentang kategori asosiasi mangrove. Novita menjelaskan bahwa mangrove sejati merupakan tumbuhan darat yang beradaptasi dengan air asin, sedangkan asosiasi mangrove masih terbatas pada lingkungan setengah darat dan setengah laut.

Pelatihan ini diakhiri dengan pembentukan kelompok untuk praktik lapangan yang direncanakan pada 22 November 2024. Langkah ini bertujuan mempersiapkan peserta untuk menerapkan teknik monitoring mangrove secara langsung.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cari

Scroll to Top