Menilik Perkembangan Stunting di Desa Darawa

Menilik Perkembangan Stunting di Desa Darawa

Desa Darawa, 14 Maret 2025 – Forkani, Puskesmas Sandi, pemerintah desa, dan kader kesehatan Desa Darawa menggelar diskusi mengenai perkembangan stunting dan kekurangan gizi di Desa Darawa. Pertemuan ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi anak-anak yang mengalami masalah gizi serta mencari solusi bersama untuk pencegahannya.

Kepala Puskesmas Sandi, Atina, menjelaskan bahwa pada tahun 2024 terdapat tujuh anak dengan status kurang gizi dan tiga anak mengalami stunting. Dari hasil pemantauan, sebagian anak menunjukkan perkembangan positif. “Dari lima anak dengan kekurangan gizi, dua di antaranya masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan, sementara jumlah anak dengan stunting kini berkurang menjadi satu orang,” jelas Atina.

Lebih lanjut, Atina menekankan pentingnya pola hidup sehat dan pemberian ASI eksklusif. “ASI sangat penting. Dari usia 0 hingga 6 bulan, bayi seharusnya hanya diberi ASI, bukan makanan lain. Sayangnya, banyak ibu yang langsung memberikan susu formula ketika ASI belum keluar dalam 1–2 hari pertama. Padahal, hal ini justru meningkatkan risiko stunting,” ungkapnya. Ia juga menegaskan bahwa pencegahan stunting harus dimulai sejak masa kehamilan dengan memastikan ibu mendapatkan asupan gizi yang cukup.

Diskusi kemudian berlanjut dengan sesi berbagi pengalaman dari ibu-ibu yang menghadapi tantangan dalam memberi makan anak mereka. Dewi Satria, kader gizi, membagikan pengalamannya menangani anak yang sulit makan. “Anak yang saya dampingi awalnya hanya mau makan ayam suwir dan tidak nafsu makan makanan lain. Setelah mendapat makanan tambahan, berat badannya naik 2 kg,” ungkapnya.

Ijah, seorang ibu dari peserta diskusi, berbagi strategi yang ia terapkan. “Jika memasuki waktu makan, saya selalu berusaha membiasakan anak untuk makan, meskipun hanya kuah ikan, agar tidak terbiasa melewatkan waktu makan,” ujarnya.

Andi, ibu lainnya, juga berbagi pengalaman serupa. “Anak saya sulit makan, jadi saya harus sering mengganti jenis makanan. Biasanya dia mau makan tahu atau tempe,” katanya.

Menanggapi berbagai cerita tersebut, Koordinator Program Health and Environment (Kesehatan Lingkungan), Nurmayanti mengibaratkan pola makan anak-anak dengan kebiasaan makan orang dewasa. “Sama seperti kita yang tidak terbiasa sarapan, akhirnya bisa terkena maag dan penyakit lainnya. Anak-anak juga begitu, jika tidak dibiasakan dengan pola makan yang baik, akan berpengaruh pada kesehatannya,” tutup Yanti, sapaan akrabnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Cari

Scroll to Top